Pages

Blogger Themes

Rabu, 05 Juni 2013

ASTROFISIKA (MASIH PERLU UNTUK DILENGKAPI)

ASTROFISIKA


OBSERVASI DAN ALAT-ALAT PENGAMATAN



Oleh:
ABDURROSYID
09230002





PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) HAMZANWADI SELONG
2012


A.    OBSERVASI DALAM ASTROFISIKA
Metode observasi dalam astrofisika antara lain:
1.      Sistem magnitudo
Magnitudo adalah tingkat kecemerlangan suatu bintang. Skala magnitudo berbanding terbalik dengan kecemerlangan bintang, artinya makin terang suatu bintang makin kecil skala magnitudonya. Perbandingan magnitudo semu bintang dapat menggunakan rumus-rumus berikut:

*                 atau                    (1)

*                                                                   (2)

2.      Magnitudo mutlak
Magnitudo mutlak (M) adalah perbandingan nilai terang bintang yang sesungguhnya. Seperti yang Anda ketahui, jarak antara bintang yang satu dan bintang yang lain dengan Bumi tidaklah sama. Akibatnya, bintang terang sekalipun akan nampak redup bila jaraknya sangat jauh. Oleh karena itu, dibuatlah perhitungan magnitudo mutlak, yaitu tingkat kecerlangan bintang apabila bintang  itu diletakkan hingga berjarak 10 parsec dari Bumi.
Perhitungan jarak bintang, magnitudo semu dan magnitudo mutlak (absolut) adalah:
                                                                                   
                                                                 (3)

Jadi, magnitudo semu (m) dan magnitudo absolut (M) sebuah bintang dengan jarak (d) dalam parsek dapat dihubungkan oleh persamaan

                                                                 (4)

Jika magnitudo absolut dan magnitudo semunya diketahui, jaraknya dapat dihitung. Kuantitas mM dikenal sebagai modulus jarak. Adapun hubungan antara magnitudo mutlak dan luminositas (daya) bintang, L dapat diterapkan berdasarkan rumus Pogson


3.      Iradiansi, fluks dan daya bintang
Iradiansi atau energi radiasi adalah jumlah energi yang dipancarkan bintang per detik yang melewati satuan luas permukaan

                                                                                 (5)

E = iradiansi (W m-2 s-1)
L = luminositas bintang
d = jarak Bumi – bintang

Fluks adalah jumlah energi yang dipancarkan suatu bintang yang diterima oleh suatu daerah luas. Fluks dari suatu daerah berbentuk lingkaran dinyatakan dalam:


Dengan R radius daerah yang menerima pancaran. Satuan dari Fluks adalah Watt per detik.

Adapun luminositas bintang (L atau P[daya]), umur bintang(t) dan massa bintang(m) memiliki perbandingan :

                                         (6)


4.      Magnitudo biru
Magnitudo Biru (mB (B) dan MB) adalah magnitudo suatu bintang dihitung berdasarkan panjang gelombang biru (3500 Å). Rumus Pogson untuk magnitudo biru dan visual adalah

                                                                       (7)

                                                                       (8)

CV dan CB adalah suatu konstanta yang sedemikian rupa sehingga mV = mB. Bintang Vega dengan kelas spektrum A0 dipilih sebagai standar, yaitu mV Vega = mB Vega.

Kuantitas CB dan CV ini dirumuskan sebagai B-V (indeks warna), sehingga diperoleh V = B – (B-V). Disebut indeks warna karena nilai B-V ini menunjukkan warna bintang, makin biru bintang (makin panas), makin negatif indeks warnanya begitu pula sebaliknya makin merah bintang (makin dingin) makin positif indeks warnanya.

Selain magintudo biru dikenal pula magnitudo lain. Dalam sistem UBV dari Johnson dan Morgan dikenal 3 macam magnitudo menurut kepekaan panjang gelombangnya (panjang gelombang efektif), yaitu magnitudo ungu (U) pada , magnitudo biru (B) pada dan magnitudo visual (V) pada . Jadi indeks warna pada U – B dan B – V dapat dihitung dengan membandingkan energi radiasi pada masing-masing panjang gelombang. Perbandingan ini dapat dicari dengan fungsi Planck, dan memberikan hasil:

                                (9)

                             (10)

Dengan nilai x untuk tiap panjang gelombang memenuhi:

                                                                                             (11)

Dengan h tetapan Planck, c cepat rambat cahaya dalam vakum, k tetapan Boltzmann, adalah panjang gelombang (misal untukgunakan) dan T adalah temperatur efektif bintang.

5.      Magnitudo bolometrik
Magnitudo bolometrik adalah magnitudo rata-rata bintang diukur dari seluruh panjang gelombang. Rumus Pogson untuk magnitudo bolometrik adalah :

                                                                  (12)

                                                                 (13)

Koreksi antara magnitudo visual dan magnitudo bolometric dituliskan:
mV – mbol = BC. Nilai BC ini disebut Bolometric Correction , dengan demikian                mbol  =  mV  - BC.

Untuk bintang yang sangat panas, sebagian besar energinya dipancarkan pada daerah ultraviolet, sedangkan untuk bintang yang sangat dingin, sebagian besar energinya dipancarkan pada daerah inframerah (hanya sebagian kecil saja pada daerah visual). Untuk bintang-bintang seperti ini, harga BC – nya bernilai besar, sedangkan untuk bintang-bintang yang temperaturnya sedang, yang mana sebagian besar radiasinya pada daerah visual) harga BC – nya kecil, seperti pada Matahari  (Å).

Hubungan antara BC dan B – V untuk deret utama dapat digambarkan dalam grafik berikut:

Gambar 1. Grafik antara koreksi bolometrik dan indeks warna.

Tabel indeks warna bintang menurut temperatur efektifnya adalah:
spektrum
B – V
Teff (K)
log Teff
BC
Deret utama (kelas V)

O5
-0,32
(54 000)
(4,732)
(4,76)
B0
-0,30
29 200
4,465
2,85
B5
-0,16
15 200
4,182
1,33
A0
0,00
9 600
3,982
0,21
A5
0,14
8 310
3,920
0,02
F0
0,31
7 350
3,866
0,01
F5
0,43
6 700
3,826
0,04
G0
0,59
6 050
3,782
0,06
G2 (Matahari)
0,63
5 770
3,761
0,07
G5
0,66
5 660
3,753
0,09
K0
0,82
5 240
3,719
0,19
K5
1,15
4 400
3,643
0,62
M0
1,41
3 750
3,574
1,17
M5
1,61
3 200
3,510
2,60

Raksasa (kelas III)




G5
0,92
5 010
3,700
0,27
K0
1,04
4 720
3,674
0,37
K5
1,54
3 780
3,578
1,15
M0
1,55
3 660
3,564
1,24
M5
1,55
2 950
3,470
3,30

Maharaksasa (kelas I)




B0
-0,27
21 000
4,32
2,36
A0
0,01
9 400
3,97
0,45
F0
0,19
7 500
3,88
-0,07
G0
0,70
5 800
3,76
0,03
G5
1,01
5 100
3,71
0,20
K0
1,12
4 900
3,69
0,29
K5
1,62
3 750
3,57
1,17
M5
1,62
2 950
3,47
3,30

6.      Temperatur  efektif
Temperatur efektif merupakan temperatur permukaan suatu bintang.. Temperatur efektif dapat dicari dengan menggunakan rumus :

                                                    (14)

Dimana Tef adalah temperatur efekif bintang (K), δ adalah diameter sudut bintang , atau dapat pula dinyatakan dengan radius sudut (α) dengan memakai hubungan                  dan                             (15)

Dengan R adalah jari-jari bintang dan d adalah jarak bintang.

7.      Adsorbsi cahaya bintang
a.       Adsorbsi oleh atmosfer bumi
Sebelum cahaya bintang tertangkap oleh pengamat, cahaya tersebut akan melewati atmosfer Bumi terlebih dahulu. Partikel gas dalam atmosfer akan menyerap cahaya tadi sehingga cahaya yang sampai pada pengamat di Bumi akan berkurang dan bintang akan nampak lebih redup, Dengan begitu, dengan metode terdahulu kita tidak dapat mengukur magnitudo bintang-bintang maupun benda langit lainnya dengan teliti.

Perbedaan sudut  menyebabkan perbedaan ketebalan atmosfer yang berada pada garis lurus antara mata dengan bintang, sehingga besarnya penyerapan dapat diukur dengan perbandingan terang suatu bintang yang sama (bintang standar) yang diukur dari jarak zenit (sudut) yang berbeda. Dengan begitu, terang sebenarnya bintang-bintang lain (bintang program) dapat ditentukan.
                                                        (16)

                                                          (17)

dimana  adalah magnitudo bintang standar saat barada pada ,  adalah magnitudo bintang standar saat barada pada , adalah jarak zenith bintang program,  adalah magnitudo bintang program setelah adsorbsi dan adalah magnitudo bintang program sebelum adsorbsi.

b.      Adsorbsi oleh Materi Antar Bintang (MAB)
Ruang antar bintang tidaklah kosong, tetapi berisikan materi antar bintang. Materi antar bintang dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu debu antar bintang dan gas antar bintang. Debu antar bintang dapat berbentuk kumpulan besar yang disebut nebula gelap seperti horsehead nebulae. Nebula gelap mengakibatkan terhalangnya cahaya bintang, terutama pada panjang gelombang pendek (biru-ungu) yang lebih mudah dihamburkan. Akibatnya cahaya bintang tampak menjadi lebih merh dari aslinya akibat penyerapan cahaya biru ini. Kejadian ini disebut efek pemerahan.

Gas antar bintang tersusun atas kebanyakan Hidrogen dan sedikit Helium. Gas antar bintang dapat terlokalisasi dan menjadi cukup rapat hingga kerapatan 105 atom per cm3 (normalnya 1 atom per cm3). Lokalisasi gas antar bintang ini disebut nebula, dan merupakan dapur pembentukan bintang. Bintang-bintang muda dalam kawasan nebula ini mengalami efek penyerapan oleh gas dalam nebula. Radiasi bintang dapat mengionisasi atom hidrogen dalam nebula sehingga nebula manjadi berpendar, contohnya nebula orion.

Cahaya bintang yang diserap oleh MAB ini mengakibatkan perhitungan magnitudo harus dikoreksi. Koreksi untuk penyerapan ini diberi simbol AV, yakni pengurangan magnitudo tiap parsec. Sebelumnya kita telah mengenal indeks warna (B – V), yaitu selisih antara magnitudo biru dan magnitudo visual. Selisih itu sebenarnya diperoleh dari pengamatan di Bumi (setelah penyerapan) adapun nilai B – V ini sebelum penyerapan (B – V)0 disebut warna intrinsic. Adapun perbandingan (selisih) antara (B – V) dan (B – V)0  disebut ekses warna (E(B-V) atau EBV)

Besarnya koefisien adsorbsi MAB (R) umumnya adalah 3,2. Besarnya intensitas cahaya yang terabsorbsi juga tergantung dari intensitas asli bintang itu, sehingga :

                                                                                  (18)

Selisih antara magnitudo semu visual (mV atau V) sesudah dan sebelum penyerapan adalah

                                                                                  (19)

dengan V0 adalah magnitudo sebelum penyerapan dan V adalah magnitudo sesudah penyerapan. Adapun magnitudo semu biru sebelum penyerapan (B0) adalah

                                                                       (20)

Sedangkan untuk magnitudo mutlak sebelum pemerahan dapat dihitung dengan cara biasa, hanya saja V atau B diganti dengan V0 atau B0.

Dan untuk penghitungan sistem magnitudo ungu dapat dihitung dengan:

                                                                          (21)

8.      Pengukuran jarak
Metode penentuan jarak dalam astronomi umumnya dinyatakan dalam meter, kilometer, Astronomical Unit (Satuan Astronomi), light year (tahun cahaya) dan parsec (parsek). Adapun dalam astrofisika, jarak sering dinyatakan dalam sistem cgs, yaitu sentimeter.

Satu Satuan Astronomi (AU atau SA) adalah radius orbit rata-rata Bumi. Satu AU bernilai 1,495 978 92 . 1011 meter, atau sering dilafalkan 150 juta kilometer. Satu tahun cahaya didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh cahaya dalam ruang hampa selama setahun. Karena kecepatan cahaya dalam vakum sama dengan 2,997 924 58 . 108 m s-1, berarti jarak yang ditempuh cahaya selama satu detik adalah  299 792 458 meter. Sehingga didapatkan panjang satu tahun cahaya sekitar 9,461.1015 meter.

a.       Paralaks bintang
Dalam perhitungan jarak bintang dekat, sering digunakan metode paralaks, yaitu pengamatan pergeseran posisi bintang terhadap bintang latar bila dilakukan dengan membandingkan posisi bintang pada bulan Januari dan Juli (atau bulan-bulan lainnya yang berselang setengah tahun). Dengan mengetahui nilai R adalah  149 600 000 km, maka jaraknya dapat dihitung. Adapun definisi satu parsec adalah jarak bintang yang memliki paralaks satu detik busur. Karena satu detik busur = 1/3600 derajat, maka 1 parsek adalah:



Gambar 2       Paralaks bintang dekat.



Untuk penghitungan jarak bintang dengan berbagai sudut paralaks dapat dicari dengan


Karena p<<3600 maka berlaku penyederhanaan 



Jadi, bintang berjarak 1 parsek atau  206 265 AU atau 3,26 tahun cahaya
Jarak dan besarnya paralaks busur sebuah bintang dapat dihubungkan dengan

                        (22)

                                                                       (23)

                                                                       (24)

                                                                        (25)

                                                               (26)

Untuk pengamat di planet lain, paralaks dapat dihitung dengan menggunakan hubungan :                                             (27)

Dimana r adalah jarak planet dari  Matahari (AU)

b.      Paralaks geosentrik
Jika dalam paralaks bintang posisi diamati berdasarkan perubahan kedudukan akibat revolusi Bumi, maka dalam paralaks geosentrik posisi benda langit diukur berdasarkan perubahan posisi pengamat di permukaan Bumi, yang dalam hal ini berada pada bujur berselisih 180°. Misalkan untuk Matahari, paralaks geosentriknya adalah


Karena p<< maka dapat dilakukan pendekatan  atau dalam detik busur . Berdasarkan pengamatan paralaks Surya sebesar  dan dengan mensubstitusikan nilai RB


Didapatkan jarak Matahari

c.       Radius sudut dan diameter sudut
Untuk objek dekat dan bukan titik, radius objek dapat dihitung dengan metode trigonometri.

Gambar 3 Radius sudut dan radius linear.


Jika jarak objek diketahui dan sudut α dapat diukur, maka radius linier objek, R dapat dihitung yakni:

                                                                            (28)

Atau menggunakan diameter sudut, yakni δ yang besarnya tentu saja 2α, maka diameter linier, D dapat diukur.

                                                                            (29)

Gambar  4 Efek gerak Bumi terhadap arah datang cahaya.
(A E Roy and D Clarke)

9.      Aberasi cahaya bintang
Dalam pengamatan, posisi bintang di langit ternyata berubah-ubah dan tidak tepat bersesuaian dengan posisinya. Cahaya bintang yang sampai pada pengamat dapat dianggap terbelokkan, akibat gerak Bumi mengelilingi Matahari. Secara metematis, hal ini dapat diterangkan dengan vektor, namun sebenarnya banyak kejadian sehari-hari yang mirip yang dapat membantu menjelaskan peristiwa ini. Jika kita berada di dalam mobil yang diam saat hujan, akan nampak butir hujan yang jatuh tegak lurus (jika angin tidak bertiup) ke atap mobil, namun jika mobil begerak kencang nampaklah jika butir-butir hujan terlihat menghantam langsung kaca depan mobil dan dari jendela di samping Anda butir hujan terlihat jelas menempuh arah miring (sudut) yang berlawanan gerak mobil Anda.
Demikian pula yang terjadi pada observatorium-observatorium di Bumi. Kecepatan Bumi mengelilingi Matahari diberikan oleh


Sedangkan kecepatan rotasi Bumi jauh lebih kecil dan lokal dibanding kecepatan orbitnya. Suatu bintang dengan altitude sebenarnya  akan teramati jika teleskop diarahkan pada altitude  dengan hubungan
Mengingat  sangat kecil () sehingga  dalam detik busur dapat dituliskan menjadi

Atau


Nilai  disebut konstanta aberasi, dengan mensubstitusikan nilai  didapatkan nilai .

10.  Aberasi paralaksis
Dalam bagian tentang aberasi cahaya bintang telah isebutkan bahwa cahaya dapat ‘dibelokkan’ akibat gerak revolusi Bumi. Aberasi ini berpengaruh dalam pengamatan paralaks. Misalkan pengukuran deklinasi bintang saat 21 Juni dan 22 Desember didapatkan perbedaan deklinasi sebesar , dan secara teori pada 21 Maret dan 23 September bintang tepat berada di deklinasinya. Sebenarnya akibat vektor kecepatan Bumi dalam arah meridian langit menyebabkan posisi bintang tidak benar sesuai dengan deklinasinya, melainkan berselisih sebesar
Gambar 5 Posisi bintang teramati dari Bumi akibat pengaruh paralaks dan aberasi.

B.     ALAT-ALAT PENGAMATAN DALAM ASTROFISIKA
Alat-alat yang digunakan dalam pengamatan astrofisika antara lain:
1.      Teleskop atau teropong
Teleskop atau teropong adalah instrumen pengamatan yang berfungsi mengumpulkan radiasi elektromagnetik dan sekaligus membentuk citra dari benda yang diamati. Teleskop merupakan alat paling penting dalam pengamatan astronomi. Jenis teleskop (biasanya optik) yang dipakai untuk maksud bukan astronomis antara lain adalah transit, monokular, binokular, lensa kamera, atau keker. Teleskop memperbesar ukuran sudut benda, dan juga kecerahannya.
Galileo diakui menjadi yang pertama dalam menggunakan teleskop untuk maksud astronomis. Pada awalnya teleskop dibuat hanya dalam rentang panjang gelombang tampak saja (seperti yang dibuat oleh Galileo, Newton, Foucault, Hale, Meinel, dan lainnya), kemudian berkembang ke panjang gelombang radio setelah tahun 1945, dan kini teleskop meliput seluruh spektrum elektromagnetik setelah makin majunya penjelajahan angkasa setelah tahun 1960.
Penemuan atau prediksi akan adanya pembawa informasi lain (gelombang gravitasi dan neutrino) membuka spekulasi untuk membangun sistem deteksi bentuk energi tersebut dengan peranan yang sama dengan teleskop klasik. Kini sudah umum untuk menyebut teleskop gelombang gravitasi atau pun teleskop partikel berenergi tinggi.

Gambar 6. Teleskop ukuran 50 cm di observatorium Nice

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pengamatan pada lima abad lalu membawa manusia untuk memahami benda-benda langit terbebas dari selubung mitologi. Galileo Galilei (1564-1642) dengan teleskop refraktornya mampu menjadikan mata manusia "lebih tajam" dalam mengamati benda langit yang tidak bisa diamati melalui mata bugil.
Karena teleskop Galileo bisa mengamati lebih tajam, ia bisa melihat berbagai perubahan bentuk penampakan Venus, seperti Venus Sabit atau Venus Purnama sebagai akibat perubahan posisi Venus terhadap Matahari. Teleskop Galileo terus disempurnakan oleh ilmuwan lain seperti Christian Huygens (1629-1695) yang menemukan Titan, satelit Saturnus, yang berada hampir 2 kali jarak orbit Bumi-Yupiter.
Perkembangan teleskop juga diimbangi pula dengan perkembangan perhitungan gerak benda-benda langit dan hubungan satu dengan yang lain melalui Johannes Kepler (1571-1630) dengan Hukum Kepler. Dan puncaknya, Sir Isaac Newton (1642-1727) dengan hukum gravitasi. Dengan dua teori perhitungan inilah yang memungkinkan pencarian dan perhitungan benda-benda langit selanjutnya.

2.      Observatorium
Observatorium adalah sebuah lokasi dengan perlengkapan yang diletakkan secara permanen agar dapat melihat langit dan peristiwa yang berhubungan dengan angkasa. Menurut sejarah, observatorium bisa sesederhana sextant (untuk mengukur jarak di antara bintang) sampai sekompleks Stonehenge (untuk mengukur musim lewat posisi matahari terbit dan terbenam). Observatorium modern biasanya berisi satu atau lebih teleskop yang terpasang secara permanen yang berada dalam gedung dengan kubah yang berputar atau yang dapat dilepaskan. Dalam dua dasawarsa terakhir, banyak observatorium luar angkasa sudah diluncurkan, memperkenalkan penggunaan baru istilah ini.
Gambar 7. Observatorium Palomar
3.      Planetarium
Planetarium adalah gedung teater untuk memperagakan simulasi susunan bintang dan benda-benda langit. Atap gedung biasanya berbentuk kubah setengah lingkaran. Di planetarium, penonton bisa belajar mengenai pergerakan benda-benda langit di malam hari dari berbagai tempat di bumi dan sejarah alam semesta. Planetarium berbeda dari observatorium. Kubah planetarium tidak bisa dibuka untuk meneropong bintang.
Gambar 8. Proyektor planetarium Carl Zeiss di Planetarium Stuttgart

Di dalam ruang pertunjukan terdapat sumber gambar berupa proyektor planetarium yang umumnya diletakkan di tengah ruangan. Proyektor dapat memperagakan pergerakan benda-benda langit sesuai dengan waktu dan lokasi.
Pertunjukan berlangsung dengan narasi yang diiringi musik. Kursi memiliki sandaran bisa direbahkan agar penonton bisa melihat ke layar di bagian dalam langit-langit kubah. Layar berbentuk setengah bola, dan biasanya disusun dari panel aluminum. Materi pertunjukan bisa berbeda-beda bergantung kepada judul pertunjukan dan jadwal.
Planetarium mulanya adalah alat peraga mekanik untuk memperlihatkan pergerakan benda-benda langit seperti bintang, planet, Bulan, dan matahari. Hingga abad ke-19, planetarium berarti alat peraga mekanik yang disebut orrery.
Proyektor planetarium yang pertama dibuat pada tahun 1919 berdasarkan ide Walther Bauersfeld dari Carl Zeiss. Pada bulan Agustus 1923, proyektor pertama yang diberi nama Model I dipasang di pabrik Carl Zeiss di Jena. Bauersfeld untuk pertama kali mengadakan pertunjukan di depan publik dengan proyektor tersebut di Deutsches Museum, München, 21 Oktober 1923.
Deutsches Museum menjadi planetarium pertama di dunia setelah proyektor dipasang secara permanen pada bulan Mei 1925. Di awal Perang Dunia II, proyektor dibongkar dan disembunyikan. Setelah Deutsches Museum yang hancur akibat Perang Dunia II dibangun kembali, proyektor Model I kembali dipasang pada 7 Mei 1951.





                                                DAFTAR PUSTAKA           

Gautama, Sunkar Eka. 2010. Astronomi Dan Astrofisika. Makassar:______
_______.2012. Obserrvatorium. http://id.wikipedia.org/wiki/Observatorium . 11 april 2012
_______.2012. Planetarium. http://id.wikipedia.org/wiki/Planetarium. 11 april 2012

_______. Teleskop. http://id.wikipedia.org/wiki/Teleskop. 11 april 2012 

1 komentar:

  1. JTG - The Gaming Room at The Vip Hotel and Casino
    A thrilling experience where the 의정부 출장안마 world has no limit, the Vip Hotel & 안산 출장안마 Casino is your place 오산 출장샵 to stay. Join us today for a quick walk up to The 인천광역 출장마사지 Vip 속초 출장마사지 Casino

    BalasHapus